Waspada Penyalahgunaan Antibiotika
November 11, 2015
HELICOPTER 221assist
November 12, 2015

Waspadai Perdarahan Hubungan Seksual sebagai Penanda Kanker Serviks

Pertanyaan :

Dokter, saya wanita usia 41 tahun dengan dua orang anak. Belakangan setiap saya (maaf) berhubungan badan, selalu keluar darah dan banyaknya seperti saat mengalami menstruasi. Gejala apakah ini? dan akhirakhir ini pula setiap saya menstruasi, banyak darah yang keluar. Apakah kedua hal itu ada hubungannya? atau apakah saya mengindap suatu penyakit? Ada teman mengatakan itu salah satu ciri-ciri luar dari kanker serviks, benarkah dok? Apa yang harus saya lakukan? Terima kasih.
Ny. A
08214656xxxx

 

Jawaban :

Ada beberapa data lain diperlukan untuk dapat memberikan gambaran penyakit yang ibu alami. Faktor-faktor risiko kanker serviks/mulut rahim, seperti: apakah ada riwayat keputihan lama, berbau? Kapan kontak seksual pertama kali dilakukan, saat usia berapa? Adakah penggunaan kontrasepsi hormonal? Pernahkah dilakukan pemeriksaan fisik dan hasil laboratorium yang mendukung ke arah kanker serviks? Dari fakta dan data ilmiah terkait keluhan ibu, perdarahan hubungan seksual merupakan perdarahan abnormal yang terjadi pada saat atau setelah hubungan seksual. Perdarahan dapat terjadi karena erosi. Perdarahan juga dapat menjadi salah satu gejala kanker mulut rahim. Di mana dinding mulut rahim lebih tipis, dan vaskularisasi meningkat sehingga mudah luka dan perdarahan. Berbagai faktor lain dapat memicu perdarahan pervaginam, seperti tumor, polip, gangguan menstruasi, dll. Perubahan sel normal menjadi sel tidak normal pada mulut rahim yang tidak terkendali dikenal sebagai kanker mulut rahim. 90% kasus disebabkan Human Papilloma Virus (HPV), 70% HPV tipe 16-18. Paparan DNA HPV memicu perubahan kromosom. Keganasan berupa tumor padat, diagnosisnya dengan pemeriksaan sel jaringan. Yayasan Kanker Indonesia (YKI) mencatat 5-10% kanker akibat genetik, 90% gaya hidup, seperti pola makan yang tidak sehat, kebiasaan merokok, konsumsi alkohol, kurang olahraga, hubungan seksual multipartner, seksual usia muda. Kewaspadaan terhadap faktor-faktor risiko penting. Rendahnya kesadaran, pengetahuan masyarakat, dan maraknya mitos kanker, seperti kanker tidak dapat dideteksi, dicegah dan disembuhkan. Padahal kanker serviks bisa dideteksi dini, lebih 40% dapat dicegah dengan gaya hidup sehat, menjauhkan faktor-faktor risiko, dan vaksinasi, serta dapat sembuh jika terdeteksi dini pada stadium awal prakanker (Cervical Intraepithelial Neoplasia/CIN I, II, III), stadium kanker 0/Insitu sampai IIa. Insiden/Angka Kejadian. Wanita 20-39 tahun, penyebab kematian tertinggi kedua setelah kanker payudara. 80% kematian terjadi di negara berkembang, termasuk Indonesia, sebagai keganasan terbanyak, setiap tahun tidak kurang dari 15.000 kasus, dan pembunuh wanita nomor satu. YKI 2006, kanker serviks di urutan pertama, artinya perempuan Indonesia lebih berisiko. Setiap hari di Indonesia ada 40 wanita terdiagnosis, 20 di antaranya meninggal. Badan Kesehatan Dunia (WHO) menempatkan Indonesia sebagai negara penderita kanker serviks terbanyak di dunia. Bahkan menurut WHO dan Serikat Pengendalian Kanker Internasional (UICC) memprediksi tahun 2030 akan terjadi lonjakan penderita 300% di dunia, dan 70% di antaranya di Indonesia sampai 7 kali lipat. Data Kementerian Kesehatan RI 2012 menyebutkan, prevalensi kanker mencapai 4,3 per 1.000 orang, sebelumnya 1 per 1.000 orang. Di dunia setiap 2 menit, Asia Pasifik setiap 4 menit, dan setiap 1 jam wanita di Indonesia mati karena kanker serviks. Perjalanan alamiah kanker serviks dari kondisi mulut rahim normal menjadi kanker rentang 3-17 tahun, bahkan 20 tahun, sehingga sebetulnya ibu memiliki banyak waktu dan peluang melakukan deteksi dini, memeriksakan diri ke fasilitas pelayanan kesehatan sebelum terjadi tanda-tanda kanker. Meskipun belum dapat dieliminasi, tetapi angka kejadian ini dapat ditekan dengan deteksi dini. Panduan skreening menurut American Cancer Society, US Preventive Services Task Force, dan American College of Obstetrician and Gynecologists dimulai dalam 3 tahun pertama aktivitas seksual, tetapi tidak lebih dari usia 21 tahun. Faktor Risiko. Mencegah lebih baik daripada mengobati, dengan mampu mencegah biaya akan lebih murah, penanganan lebih mudah, peluang kesembuhan pun bertambah. Medical Check Up menjadi sangat penting sebagai moda mengenali faktor-faktor risiko kanker serviks. infeksi HPV ditularkan melalui kontak seksual, dan langsung (oral-genital, manual-digital, genital-genital), juga saat persalinan, tetapi jarang. Perilaku seksual berperan penting dalam penularan dan pencegahan infeksi HPV. Faktor-faktor risiko, seperti perilaku seksual, karakteristik partner, riwayat penyakit, agen infeksius, umur 20-60 thn, riwayat kehamilan lebih 4x, kontak seksual usia muda kurang 16 tahun, dan berganti-ganti pasangan, perokok aktif dan pasif, akseptor pil kontrasepsi, status gizi, sosial ekonomi kultural, status imunitas, seperti HIV/AIDS, infeksi jamur, klamidia, Herpes tipe 2, paparan HPV. Gambaran Klinis. Keputihan berlangsung lama, berbau, perdarahan pervaginam abnormal saat/pascasenggama, menopause, gangguan kencing dan defekasi, nyeri daerah panggul, pinggang, tungkai, penurunan nafsu makan dan berat badan, dan keluhankeluhan lain sesuai penyebarannya. Pencegahan Primer. Promosi, edukasi perilaku seksual, dan gaya hidup sehat, seperti diet, tidak merokok dan konsumsi alkohol, olahraga teratur, perilaku seksual sehat, kondom. Vaksinasi HPV (cervarix dan gardasil) proteksi lebih 90%. Sekunder. inspeksi visual asam asetat (IVA), pap’s smear setiap 6-12 bulan, kolposkopi. Tertier. pelayanan di rumah sakit. Diagnosis, Pengobatan, Perawatan paliatif. Lesi pra-kanker ditegakkan dengan pap’s smear, IVA, kolposkopi. Penatalaksanaan lesi pra-kanker (condyloma/ CIN I, II, III) dan kanker in situ/stadium 0) yang cepat dan tepat adalah penting terkait penyembuhan. Lesilesi tersebut dapat dicegah bahkan disembuhkan. Penanganan kanker serviks stadium I-IIa berupa pengangkatan rahim total sampai radikal beserta kelenjar getah bening, radioterapi, kemoradiasi, sedangkan stadium IIB-IV dengan eksternal radiasi, kemoterapi, atau kombinasi sampai terapi paliatif. Saat ini, lebih 90% kanker serviks terdiagnosis pada stadium invasif, lanjut, bahkan terminal, dan 85% tidak bisa dioperasi, yaitu stadium IIB-IV. Sementara kemoterapi dan radiasi yang tersedia belum memberikan hasil memuaskan. Kemoterapi konvensional secara oral, intravena, dan intramuskuler terkesan lebih menunjukkan efek samping dibanding remisi kankernya. Dekade terakhir berkembang radiologi intervensi kanker serviks yang lebih efektif dan efek samping minimal, yaitu transarterial chemotherapy (TAC), transarterial chemotherapy and embolization (TACE). Prinsipnya, kemoterapi diberi langsung ke sel kanker serviks, tanpa merusak jaringan sehat sekitarnya, dapat dilakukan penyumbatan pembuluh darah ke arah kanker. Radiologi intervensi dikerjakan pada seluruh stadium dan jenis kanker serviks, terutama yang tidak dapat di operasi. Efektivitasnya lebih tinggi dari kemoterapi konvensional, efek samping lebih ringan, kualitas hidup lebih baik. Terapi ini menjanjikan dibandingkan kemoterapi konvensional kanker serviks invasif. Terapi paliatif, perawatan aktif pada pasien yang tidak memiliki respons terhadap terapi kuratif. Perawatan ini mencakup penderita dan keluarga. Terapi ini untuk meningkatkan kualitas hidup penderita kanker. Upayanya adalah pencegahan, deteksi dini, dan mengatasi masalah psikososial yang digunakan untuk meningkatkan kualitas hidup. Modalitas paliatif, seperti nutrisi, oksigenasi, pengobatan simptomatik, rehabilitasi, psikoterapi, hipnoterapi. Hipnoterapi salah satu complementary therapy kanker, tidak hanya mengatasi penyakit psikosomatis dan gangguan perilaku juga tidak menghilangkan terapi penyebab, namun justru melengkapi terapi kanker, membantu menghilangkan rasa nyeri, mual, muntah, depresi, menemukan akar masalah emosi sehingga penanganan lebih menyeluruh, dan dapat dikolaborasi dengan modalitas terapi lainnya. Perdarahan hubungan seksual t entu berbeda dengan perdarahan haid/ menstruasi. Jadi tidak ada hubungan langsung antara keduanya. Nah, untuk memastikan apakah keluhan ibu terkait kanker serviks atau penyakit lain, ada baiknya ibu memeriksakan diri ke pusat-pusat layanan kesehatan, dan dokter.

dr. I Gusti Ngurah Made Bayuningrat, Sp.OG., M.M., C.Ht.
Dokter Spesialis Kebidanan & Penyakit Kandungan RSU Premagana, Magister Manajemen RS
Dosen Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa

 

Ibu dengan gejala klinis seperti itu, sudah seharusnya mendapat pemeriksaan penyakit kandungan/ginekologi lengkap. Sementara pemeriksaan pap’s smear lebih ditujukan pada ibu yang tidak ada gambaran seperti perdarahan. Dalam pemeriksaan ginekologi, jika ternyata ada lesi pada mulut rahim yang mencurigakan, akan dilakukan biopsi atau pengambilan jaringan lesi. Namun jika lesi tidak jelas, pap’s smear dapat menjadi pilihan. Pap’s smear test ada dua macam, yaitu pap test konvensional dan liquid based/berbasis cairan. Pada kondisi ada perdarahan saat pengambilan sampel/sampling, pap’s test berbasis cairan lebih disarankan, karena mesin pembuat preparat/sediaan bisa menyingkirkan darah yang mengganggu. Namun tetap sampel harus mengandung cukup sel epitel untuk dievaluasi. Kalau isi sampel hanya darah, pap’s smear nanti tidak ada hasilnya. Kelebihan lain dari pap’s smear test berbasis cairan adalah dapat sekaligus dipakai untuk tes Human Papilloma Virus (HPV), yaitu : virus penyebab kanker serviks. Jadi sekali lagi ibu harus ke dokter kebidanan dan penyakit kandungan (Sp. OG.), karena dokter akan melakukan pemeriksaan mulut rahim/serviks dan organ-organ sekitarnya yang mungkin menjadi sumber masalah perdarahan tersebut. Pemeriksaan penunjang yang dilakukan tentu akan disesuaikan dengan hasil pemeriksaan fisik/klinis yang ditemukan.

dr. Ni Wayan Winarti, Sp.PA.
Dokter Spesialis Patologi Anatomi RSUP Sanglah

 

Bila sudah ditegakkan diagnosisnya kanker serviks, maka tentunya staging/tingkat keparahannya juga sudah ditetapkan. Terapi dengan TACI (Trans Arterial Chemo Infusion) dapat dikerjakan pada semua stadium kanker. Pada stadium dini TACI diberikan sebelum dilakukan operasi, sehingga margin tumor lebih jelas dan perdarahan saat operasi diharapkan akan lebih sedikit, serta kemungkinan penyebaran tumor bisa dihambat. Bila pada stadium lanjut, maka TACI diberikan sebagai terapi paliatif. Bila pada kanker serviks disertai perdarahan, maka metode ini bisa untuk menghentikan perdarahan itu sekaligus memberikan regimen atau obat-obatan kemoterapinya. Tentang regimen yang akan diberikan bisa didiskusikan bersama sejawat dokter spesialis kebidanan dan penyakit kandungan (Sp.OG.). Tindakan ini bisa diberikan 4 atau 5 kali, dengan interval 4 sampai 6 minggu. Metodenya dengan memasukkan kateter ke dalam pembuluh darah (catheter intra arterial) hingga ditemukan feeding arteria atau pembuluh darah yang masuk ke tumor, lalu sedekat mungkin dilepaskan regimen kemoterapinya.

dr. Firman P. Sitanggang, Sp.Rad.-KI.
Dokter Spesialis Radiologi- Konsultan Radiologi Intervensi RSUP Sanglah

 

Sebaiknya ibu segera periksa ke dokter spesialis kandungan karena sudah terjadi hal-hal tidak normal dalam diri ibu. Adanya perdarahan saat/sesudah berhubungan intim merupakan salah satu gejala kanker serviks/mulut rahim berbahaya. Kanker serviks pada stadium awal tidak menunjukkan gejala pada beberapa wanita. Tetapi perlu diwaspadai/ dicurigai jika terjadi halhal sebagai berikut, yang merupakan tanda- tanda terjadinya kanker serviks, yaitu perdarahan tidak normal berupa perdarahan sesudah berhubungan intim, perdarahan di luar waktu haid dan perdarahan sesudah waktu menopause, keluarnya cairan berwarna kekuningan dan berbau dari vagina, sakit atau nyeri pada pinggul dan kaki. Gejala-gejala di atas umumnya timbul setelah kanker serviks masuk pada stadium lanjut. Kanker serviks merupakan keganasan yang menyerang mulut rahim atau serviks yaitu bagian terendah dari rahim yang menonjol ke puncak liang sanggama/vagina. Perubahan sel normal menjadi sel kanker membutuhkan waktu 10 – 20 tahun, sehingga sebetulnya masih ada kesempatan cukup lama mendeteksi dan menanganinya sebelum benar-benar menjadi kanker serviks. Setiap wanita yang telah aktif melakukan hubungan seksual memiliki risiko mengidap kanker serviks. Risiko ini meningkat jika menikah atau melakukan hubungan seksual di usia belia (< 20 tahun). Kehamilan yang sering, kebiasaan berganti-ganti pasangan seksual dan merokok, namun saat ini telah diketahui sekitar 99,7% kasus kanker serviks disebabkan infeksi Human Papilloma Virus (HPV) tipe risiko tinggi. Penyebab kematian nomor satu di Indonesia, tetapi sebetulnya kanker serviks adalah kanker yang dapat dicegah & disembuhkan jika diketahui pada stadium awal. Jadi kanker serviks dapat kita cegah dengan melakukan skrining rutin minimal satu kali dalam setahun dengan melakukan pemeriksaan Pap’s Smear. Laboratorium Klinik Prodia Denpasar melayani pemeriksaan Pap’s Smear setiap hari dengan metode SSBC, yaitu sitologi serviks berbasis cairan, merupakan metode baru yang memiliki keakuratan tinggi sehingga kelainan-kelainan kec i l pada sel-sel serviks akan terdeteksi. Pemeriksaan Pap’s Smear metode SSBC dan HPV DNA dapat dilakukan di Laboratorium Klinik Prodia Denpasar setiap hari kerja.

Tim Laboratorium Klinik
Prodia Denpasar