Dampak Buruk Kegemukan Bagi Tubuh
September 23, 2015
Apakah Anak Saya Terkena Demam Berdarah?
September 23, 2015

Ketika Cek Up Pranikah Menjadi Pilihan

Dr. Bayuningrat, IGNM, SpOG, MM
(Dokter Spesialis Kebidanan dan Penyakit Kandungan)

Ungkapan bijak mencegah lebih baik daripada mengobati jamak terdengar. Sehat akan menjadi mahal ketika sakit, namun sering kita lupa akan peran kesehatan. Kini pemeriksaan kesehatan di saat sehat bukan hanya sewaktu sakit dapat menjadi pilihan dan gaya hidup. Konsep paradigm sehat sebagai gaya hidup dapat mengurangi beban biopsikososioekonomi dibandingkan paradigma sakit.

Keinginan pasangan untuk mendapatkan keluarga yang sehat sangat ditentukan oleh persiapan pasangan itu sendiri. Dengan persiapan yang baik saja hasilnya belum tentu baik, apalagi tanpa persiapan. Ketika calon pasangan menginginkan kehidupannya kelak menjadi lebih baik, tentukan langkah apa yang dijadikan pedoman. Beberapa negara telah mengkonsepkan model skreening pranikah, sebagai salah satu langkah antisipasi penyakit. Di wilayah lainnya tidak menjadikan elemen cek up pranikah sebagai pedoman standar persiapan pernikahan. Konsep cek up pranikah dapat menjadi modal, model, pilihan, dan gaya hidup bagi yang meyakini. Presiden RI Ke-2 Soeharto (Alm) mengungkapkan akan pentingnya pemilihan bibit, bebet, dan bobot.

Mengapa cek up menjadi penting dibicarakan, ini memberi kesadaran pasangan akan perannya dalam kehidupan. Pada awalnya memulai sesuatu akan terasa berat, bagai mengayuh sepeda, diputaran pertama terasa berat selanjutnya akan mudah. Memeriksakan kesehatan sering dikonotasikan negatif. Paradigma ke rumah sakit saat sakit masih kental di masyarakat, pola pikir ini perlu diubah, karena paradigma sakit perlu obat, sebaliknya paradigma sehat lebih menekankan pencegahan penyakit. Ketika sakit yang “dikorbankan” tidak hanya materi, jelas fisik, juga psikis termasuk mental. Tidak ada seorangpun bangga dan percaya diri ketika sakit. Bagi institusi kesehatan mindset paradigma sehat menjadi sisi “menguntungkan” karena pasien tidak datang saat kondisi buruk sehingga lebih mudah ditangani, komunikasi lebih baik, keputusan diambil secara sadar tanpa tekanan rasa sakit, dan jumlah populasi orang sehat justru lebih banyak daripada sakit. “Menggarap pasar” di populasi sehat justru lebih mudah, dan bermanfaat bagi semua, terutama pasien, karena lebih murah. Walaupun setiap tindakan memiliki risiko, bila manfaatnya lebih dominan dapat menjadi pilihan daripada membiarkan.

Pasangan yang merencanakan pernikahan tentu menginginkan kehidupan rumah tangga yang membahagiakan, tatkala kesehatannya terganggu oleh sakit kebahagiaan tidak dapat menyentuh dan dirasakan utuh. Idealnya gaya hidup pencegahan penyakit (preventive) layak menjadi salah satu acuan kesehatan pasangan, tentu yang terpenting adalah upaya apa yang telah dilakukannya bukan hasil. Dalam epos Mahabarata, percakapan Arjuna dan Sri Kresna, Sri Krisna berkata “karmanye vadhikaraste, ma phaleshou kada chana” artinya : wahai Arjuna, engkau memiliki kebenaran untuk melakukan upaya, akan tetapi tidak pada hasil dari upaya itu. Dalam konteks kesehatan ketika menolong seseorang, kita tidak berupaya memikirkan imbalan balik terhadap upaya itu, hasil akan mengikuti ketika upaya dilakukan dengan sepenuh hati (all out). Demikian pula dalam hukum kesehatan hubungan perikatan dokter, bidan, perawat, dan pasien adalah hubungan hukum keperdataan bukan pidana yang bersifat perikatan upaya maksimal (innspaning verbentennis) dan terikat kontrak terapeutik. Tenaga kesehatan adalah manusia biasa dalam melaksanakan tugasnya penuh risiko, kemungkinan pasien cacat bahkan meninggal dapat terjadi, walaupun telah sesuai dengan standar profesi kedokteran, Standar Operating Procedure (SOP), Standar Pelayanan Medis (SPM). Keadaan ini seharusnya disebut risiko medis, namun oleh pihak-pihak di luar profesi kedokteran di pandang sebagai malpraktek.

Istilah cek up pranikah disebut pula sebagai pre-marital check up adalah sebuah tindakan pencegahan untuk mendeteksi kesehatan reproduksi dan genetik. Apa saja yang dipersiapkan, dan harus dilakukan ketika pasangan memilih cek up pranikah sebagai gaya hidup. Ada beberapa pilihan pemeriksaan kesehatan yang dapat dilakukan antara lain :

 

1. Ananmesa/wawancara/konsultasi.

Tenaga medis akan melakukan wawancara pada pasangan untuk mengetahui keluhan utama, gejala-gejala, riwayat penyakit, tujuan dan harapan pasien datang ke fasilitas pelayanan kesehatan. Tugas tenaga medis menyampaikan komunikasi, informasi, dan edukasi tentang kesehatan. Setelah memberikan penjelasan lengkap, maka adalah hak pasien untuk memilih dan memutuskan pemeriksaan apa saja yang diinginkan. Peran tenaga medis dalam mengkomunikasikan dapat memudahkan calon pasangan memilih metode apa yang dikehendakinya. Kepuasan terhadap pelayanan kesehatan, tenaga medis tidak cukup hanya mengenali keinginan (wants), kebutuhan (needs), juga harapan bahkan melebihi harapan pasangan itu akan lebih baik, ternyata hal itupun belum cukup, hendaknya pelayanan dapat menyentuh nilai-nilai kemanusiaan (human spirit) dengan motto melayani dengan hati. Pelayanan yang komprehensif dan “menyentuh hati” akan menjadi cerita “orchestra” dari mulut ke mulut (Word of mouth/WOM) yang positif bagi institusi pelayanan. WOM positif menjadi media pemasaran yang paling murah dan massive.

 

2. Pemeriksaan Fisik.

Setelah memahami masalah, dilakukan pemeriksaan fisik dari “ujung rambut sampai ujung kaki” yang bertujuan menemukan, mengenali, dan menarik kesimpulan sehingga dapat mengambil langkah-langkah lanjutan. Dalam menegakkan diagnosa wawancara mampu memberi gambaran lebih dari 80%. Pemeriksaan fisik, tekanan darah tinggi pada kehamilan berisiko pertumbuhan janin terhambat, dan pada indek massa tubuh (IMT) gemuk sering dikaitkan dengan kesuburan, risiko diabetes, infeksi saluran kemih, keguguran, kesulitan melahirkan. Pada Cek up pranikah terdapat parameter pemeriksaan penunjang, tentu harus tetap didasarkan pada indikasi. Mempertimbangkan manfaat, risiko, dan biaya adalah menjadi pilihan pasangan.

 

3. Pemeriksaan Penunjang (Laboratorium)

Konsultasi dan pemeriksaan fisik terkadang tidak memberi gambaran menyeluruh pada apa yang menjadi keluhan, keinginan, kebutuhan, dan harapan pasien maupun tenaga medis. Bila secara klinis tidak ditemukan gambaran, pemeriksaan penunjang dapat menjadi solusi, pada cek up hal ini menjadi indikator primer. Adapun indikator penunjang medis laboratorium yang dapat dilakukan pada pasangan antara lain :

 

a. Pemeriksaan Darah Lengkap dan Darah Tepi

Pemeriksaan komponen-komponen darah menjadi suatu hal yang penting, mengingat sel-sel tubuh manusia dihidupi oleh sel-sel darah. Pemeriksaan sel darah mencakup kadar sel darah merah/eritrosit yang memberi makan sel tubuh, sel darah putih/lekosit; penanda infeksi/radang, Hemoglobin (Hb) ; pengikat oksigen yang membuat sel tubuh bisa tumbuh dan kita bisa bernapas, Laju endapan darah (LED); tanda peradangan.
Pemeriksaan darah tepi untuk melihat kelainan sel darah yang diturunkan, seperti : Thalasemia, indikatornya pemeriksaan darah tepi, dan analisa hemoglobin. Hemofilia memerlukan pemeriksaan darah faal hemostasis. Pada hemofilia darah tidak dapat membeku dengan sendirinya, membutuhkan waktu lebih lama. Pemeriksaan darah dapat mendeteksi kelainan sistemik, penyakit infeksi, dan darah. Dengan memprediksi kemungkinan kelainan pada pasangan akan dapat mencegah, dan mengobati kelainan lebih dini.

 

b. Pemeriksaan Gula Darah.

Penyakit kencing manis (DM) sering dikaitkan dengan kegagalan hamil, bahkan selama kehamilanpun menjadi momok bagi ibu dan bayi, seperti : keguguran berulang, kehamilan tidak berkembang, dan kecacatan. Pemeriksaan gula darah (Gula Darah Sewaktu, Gula Darah Puasa, Gula Darah 2 jam setelah makan) dapat mencegah risiko gangguan, sebelum, selama, setelah melahirkan. DM adalah penyakit yang dapat dicegah, dan ditangani dengan gaya hidup sehat, seperti diet, olahraga, dan obat-obatan. Risiko kegagalan kehamilan memang tidak selalu terjadi, tapi bisa fatal. Sama halnya pengendara motor berisiko jatuh, tapi tidak semua jatuh, namun bisa jatuh, bahkan fatal dan mati.

 

c. Pemeriksaan Golongan Darah dan Rhesus.

Golongan darah adalah salah satu identitas individu, hal ini menjadi penting ketika membutuhkan darah, slogan PMI “setetes darah anda, nyawa bagi sesama” mengingatkan betapa pentingnya peran darah sebagai sumber kehidupan. Selain kepentingan transfusi darah (jika dibutuhkan), juga untuk mengetahui kecocokan rhesus. Rhesus adalah kondisi darah ibu dan bayi mengalami ketidakcocokan disebabkan oleh faktor rhesus yang berdampak buruk bagi janin.
Di Indonesia kebanyakan rhesus (+) ada antigen rhesus dalam darah ibu, di dunia hanya sedikit rhesus (-), sehingga bila memerlukan donor darah agak sulit, biasanya ditemukan pada garis keturunan berkulit putih. Masalah akan timbul ketika terjadi pernikahan berbeda rhesus, ketidaksamaan ini adalah cikal bakal ketidakcocokan yang sangat berbahaya bagi bayinya, terlebih rhesus janin tidak sama dengan ibunya sehingga antibodi ibu mengenali janin sebagai benda asing, berdampak kematian janin, jika sampai lahir, bayi akan menderita hati bengkak, anemia, kuning/jaundice, gagal jantung, kematian. Bahaya berikutnya terjadi bila ibu mengandung bayi kedua, biasanya bayi pertama selamat, karena baru awal pembentukkan antibodi, kelak dikehamilan kedua antibodi akan menembus plasenta dan menyerang sel darah merah janin. Cek up pranikah sangat berguna pada kasus genetik ini, bila belum melakukannya, periksalah segera saat hamil.

 

d. Pemeriksaan Fungsi Hati terkait Radang Hati/Hepatitis dan Komplikasinya.

Pemeriksaan ini menjadi penting ketika infeksi hepatitis virus terutama Hepatitis B(VHB) yang penularannya melalui kontak fisik (cairan tubuh, luka, kontak seksual), dan bila terjadi saat kehamilan dapat menularkan kepada bayinya. Saat persalinan berisiko infeksi dari ibu ke janin, komplikasi perdarahan setelah melahirkan. Bila hepatitis tidak sembuh sempurna berkomplikasi kanker hati (sirosis hepatis, hepatoma). Hepatitis virus tidak hanya mengganggu wanita hamil, namun juga janin. Infeksi VHB pada ibu hamil merupakan masalah kesehatan yang serius. Penularan vertikal VHB perlu dicegah mengingat 90% bayi yang tertular menjadi pengindap kronik, 40% meninggal karena sirosis hati. Indikator cek up HBsAg, Anti-HBsAg. Vaksinasi hepatitis B dapat menjadi pilihan untuk proteksi penularan dan penyebaran hepatitis B.

 

e. Pemeriksaan Urin Rutin.

Pemeriksaan urin bertujuan untuk mengetahui adanya kelainan ginjal atau saluran kemih, penyakit metabolik, atau sistemik. Adanya infeksi saluran kemih (ISK), darah, protein, dan lain-lain menunjukkan terdapat penyakit tertentu. ISK pada kehamilan berisiko bagi ibu dan bayi berupa kelahiran prematur, berat badan lahir rendah, dan risiko kematian saat persalinan.

 

f. Pemeriksaan Penyakit Menular Seksual.

Pemeriksaan ini meliputi : Deteksi Human Immunodeficiency Virus (HIV), Venereal Disease Research Laboratory (VDRL) atau Rapid Plasma Reagin (RPR) untuk mendeteksi penyakit Sifilis, dan Gonorrhea. Serologi TORCH, yaitu : antibodi Toksoplasma (Anti-Toxoplasma IgG, IGM, Aviditas IgG), Rubella (Anti-Rubella IgG, IgM), Cytomegalovirus (Anti-CMV IgG, IgM, Aviditas IgG), dan Herpes Simpleks (Anti-HSV 1 IgG, IgM dan Anti-HSV 2 IgG, IgM) berisiko keguguran, cacat janin, dan kelahiran prematur. Tes darah ini dihubungkan dengan gaya hidup penghobi hewan peliharaan, kebiasaan makan daging mentah atau setengah matang dan sayuran mentah/lalapan. Jika indikasi ini ada sebaiknya melakukan pemeriksaan.

 

Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, termasuk dibidang teknologi kedokteran, bertujuan memudahkan manusia menjalankan kehidupannya, bukan mensengsarakannya. Perkembangan pengetahuan kedokteran termasuk pemeriksaan kesehatan sebagai bagian dari teknologi kedokteran dengan segala kemudahannya dapat menjadi “simalakama”, bila tidak bijak mengunakannya. Perkembangan teramat pesat, termasuk teknologi canggih yang pemanfaatannya tidak tepat dapat menyita biaya yang tidak sedikit.
Akal dan budi pikiran yang dimiliki manusia hendaknya mampu menjadi “penasehat” didalam menyingkapi perkembangan pengetahuan, dan pemanfaatannya. Terkadang dibutuhkan keseimbangan peran otak kiri sebagai scientist yang mengedepankan IQ (Intelligence Quotient) dan otak kanan otak creative, spiritual yang memerankan EQ (Emotional Quotient), dan SQ (Spiritual Quotient), sehingga tenaga medis mampu menjadi tenaga medis yang utuh dan sanggup menterjemahkan kemampuan filosofi medis “Art and Science” yang tepat demi kepentingan masyarakat, tenaga medis, dan ilmu pengetahuan itu sendiri. Pikiran sebagai pengendali perkataan, dan perbuatan hendaknya diperankan dengan sebaik-baiknya, seperti kata pepatah “Anda adalah apa yang Anda Pikirkan”.