Kehamilan Bukan Hal yang Mencemaskan
October 12, 2015
Kencing Manis, Penyakit Diderita Seumur Hidup
October 19, 2015

Kehamilan Tak Diinginkan, Picu Aborsi

Pertanyaan :

Dok, saya pasangan muda usia 19 tahun. Kami belum menikah, tetapi sudah hamil dua bulan. Kami belum siap memiliki anak, apalagi menikah. Adakah solusinya?

Wayan di Buleleng
0813370xxxx

Jawaban :

Kehidupan remaja seyogianya dipenuhi keinginan memajukan diri ke arah kehidupan lebih baik. Jangan sampai kebablasan seperti itu. Masa remaja, mengutip kitab Hindu Nitisastra dari Brahmacari, masa menuntut ilmu pengetahuan, masa berkeluarga, Grehasta. Kehamilan itu sebetulnya tidak perlu terjadi jika saja memahami apa dampaknya. Ketidaktahuan ini akibat pengetahuan remaja tentang kesehatan reproduksi belum memadai. Padahal pemahaman diperlukan untuk “membentengi” remaja dari pengaruh ketidaktahuan. Lingkungan berpengaruh terutama jika terjadi kehamilan yang tidak diinginkan/KTD/unwanted pregnancy. Peristiwa itu memicu kecemasan, rasa takut, bersalah. Bahkan tertekan/depresi. Kesehatan Reproduksi menurut PP 61 Tahun 2014 adalah keadaan sehat secara fisik, mental, dan sosial secara utuh. Sehat, tidak semata-mata bebas penyakit atau kecacatan yang berkaitan sistem, fungsi, dan proses reproduksi. Jadi tidak hanya sebatas perilaku hubungan seksual. Ketidaktahuan dan kurangnya keingintahuan remaja pada akhirnya akan menggunakan cara apa pun untuk menyingkirkan kehamilan itu, termasuk aborsi. Butuh waktu panjang mengurai masalah ini laksana “benang kusut” yang tak saja memengaruhi pasangan, juga lingkungan, keluarga dan sosialnya. Pemahaman ilmu kesehatan reproduksi penting sebagai sebuah ilmu yang mempelajari alat dan fungsi reproduksi, baik pada laki-laki maupun perempuan. Ilmu reproduksi itu merupakan bagian integral dari sistem tubuh manusia lainnya, serta hubungannya secara timbal balik dengan lingkungannya. Kelompok remaja adalah segmen besar dan berkembang sebagai bagian populasi. Remaja adalah individu antara umur 10-24 tahun. Remaja dapat meningkatkan proporsi aktivitas seksual di luar pernikahan. Masa remaja adalah masa transisi, pertumbuhan, eksplorasi, dan peluang. Pada waktu yang sama kurang mendapat/memiliki informasi bahkan tidak berpengalaman. Mereka tidak percaya diri bagaimana melindungi kesehatan seksual, akibatnya mengalami KTD, risiko kesehatan akibat kehamilan dini, aborsi, dan infeksi menular seksual (IMS).

Perempuan muda sekarang, menstruasinya lebih awal akibatnya mampu hamil lebih dini pula. Kehamilan remaja, di dalam maupun di luar nikah merupakan kehamilan risiko tinggi. Angka kesakitan dan kematian ibu dan bayi pada kehamilan remaja 2-4 kali lebih tinggi. Komplikasi pada ibu antara lain keracunan hamil/tensi tinggi, kesulitan persalinan, sedangkan pada bayi pertumbuhan terhambat, dan berat badan lahir rendah (BBLR). Remaja memang belum siap mental untuk hamil. Jika terjadi kehamilan di luar nikah, ada kemungkinan “aib/rasa malu”. Bisa-bisa diusir, dikeluarkan dari sekolah. Masa depan tidak menentu, perkawinan terpaksa, digugurkan, berisiko/aborsi. Apa pun cara yang dipilih memiliki dampak buruk terhadap perkembangan mental dan emosional remaja. Aborsi merupakan masalah global yang sensitif dan pelik menyangkut segi moral, etik, agama, dan hukum. Dengan latar belakang sosial, ekonomi, budaya, bahkan politik. Aborsi yang dilakukan tidak sesuai kaidah medis memiliki andil 50% kematian. Bagi yang belum memiliki anak dapat mengakibatkan kemandulan. Dampak aborsi, seperti perlukaan, perdarahan, infeksi ringan-berat/sepsis, bahkan kematian, di samping melahirkan anak yangtidak diharapkan, kurang kasih sayang, dan pengasuhan serta perkembangan psikologis yang terganggu, serta dapat memicu aborsi. Kehamilan pada usia dibawah 20 tahun memiliki risiko kesehatan lebih tinggi baik bagi ibu maupun bayi. Perempuan yang hamil pada usia muda berisiko mengalami perdarahan. Dia juga lebih rentan melahirkan bayi dengan BBLR.

Menurut BKKBN 2007, KTD adalah kehamilan yang dialami oleh seorang perempuan yang sebenarnya belum menginginkan atau sudah tidak menginginkan hamil. Hasil Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia (SDKI) 2012 menunjukkan angka kematian ibu (AKI) masih tinggi, yaitu 359 per 100.000 kelahiran hidup, akibat “4 terlalu,” (terlalumuda <16 tahun, terlalu tua> 35 tahun, terlalu dekat jarak kelahiran < 2 tahun, terlalu banyak anak >4). Menurut data SDKI 2007 di Indonesia kejadian KTD 17% pada pasangan usia subur (PUS). WHO 2013 menyatakan di seluruh dunia 38% dari kehamilan, sekitar 80 juta per tahun, 42 juta aborsi.

Data UNDP 2007 aborsi tidak aman oleh KTD penyebab 11% kematian ibu di Indonesia. Data SKDI 2007 setidaknya 2,3 juta perempuan menggugurkan kandungan, sebagian besar PUS yang menikah, dan remaja hamil di luar nikah. KTD yang terjadi akibat “terlalu” meningkatkan risiko komplikasi dan kematian pada ibu hamil, di samping menyebabkan aborsi tidak aman yang berkontribusi peningkatan AKI. Kenyataan itu berakibat buruk bagi kesehatan, kehidupan sosial, dan psikologis ibu dan bayi, sehingga tidak hanya meningkatkan angka kesakitan dan AKI, tetapi menghasilkan janin maupun bayi berisiko tinggi mengalami gangguan pertumbuhan dan perkembangan.
dr. I Gusti Ngurah Made Bayuningrat, Sp.OG., M.M., C.Ht.
Dosen Fakultas Kedokteran & Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa
Dokter Obgin RSU Premagana& RSIA Puri Bunda