Bincang Bincang Medis 27 SEPTEMBER 2015
October 2, 2015
PUTIH YANG FENOMENAL
October 3, 2015

“SAKIT KUNING” PROBLEMATIKA YANG MENGINTAI

dr. I Gusti Ngurah Made Bayuningrat, SpOG, MM, CHt

Mendengar kata sakit kuning terlintas makna “penyakit” yang berwarna kuning, padahal sesungguhnya penyakit itu tidak ditentukan hanya dari sebuah warna, kuning bukanlah nama penyakit, walaupun secara konotasi sebagai ungkapan penyakit hepatitis, yaitu ; radang organ hati. Orang awam menyebutnya sakit liver. Hati adalah organ tubuh terbesar kedua dari manusia setelah kulit, beratnya mencapai 1.250 gram, yang berperan penting dalam berbagai metabolisme tubuh, dan memiliki lebih dari 500 fungsi. Betapa pentingnya hati bagi tubuh. Bila hati mengalami gangguan akan bermanifestasi buruk bagi tubuh. Berbagai keluhan, gambaran klinis “kuning,” dan dukungan pemeriksaan penunjang menjadi salah satu parameter presisi gangguan hati.

Insiden. Data mengungkap hepatitis terjadi lebih sering dibandingkan HIV/AIDS, bahkan menurut WHO 50-100 kali lebih mudah menular dibandingkan HIV. Penyakit HIV dapat disembuhkan dengan obat antiretrovirus tanpa terputus dan teratur setiap hari, berbeda dengan hepatitis tergantung akurasi penanganan awal. Hepatitis masih terkesan disepelekan, dan tidak dianggap sebagai penyakit berdampak fatal, dimana angka kematian lebih dari 85%, pembawa penyakit/carrier 10%, dan 90 % menjadi kronis, apalagi terpapar pada masa bayi dan anak. Hepatitis tidak selalu memberi keluhan dan gambaran khas, padahal penularannya begitu mudah, cepat, dan berdampak massive. Setidaknya ada 7 tipe hepatitis virus (HV), yaitu A, B, C, D, E, F, G. yang popular : HV tipe A, B, dan C.

Data di seluruh dunia menunjukkan HV telah menyerang sekitar 2 milyar jiwa. WHO memperkirakan setiap tahun ada sekitar 1,4 juta penderita hepatitis A (HA). Amerika (2009) 1 per 100.000. Eropa (2008) 3,9 per 100.000 penduduk. Indonesia sering muncul sebagai kejadian luar biasa (KLB), tahun 2010-12 penderita mencapai 204-279 orang. Menurut penelitian Kemenkes penderita hepatitis B (HB) dan C (HC) 50 % akan berkembang menjadi gangguan hati kronis (hepatitis yang berlangsung > 6 bulan), sedangkan 10 %, sekitar 1,5 juta jiwa berpotensi kanker hati. Data Kemenkes 2007-1012 mendapati penderita HV mencapai lebih dari 31%. Ada lebih dari 400 juta orang terinfeksi HB, 170 juta HC, Amerika Serikat 1,2 juta, dan endemisitas di Indonesia tinggi sebanyak 9 dari 100 orang atau 25 juta penduduk, sehingga menjadikan Indonesia sebagai Negara pengindap HB nomor 2 terbesar setelah Myanmar, diantara anggota WHO SEAR (South East Asian Region). Menurut Riskesdes (2007) prevalensi HBsAg positif 9,4%, dalam 10 penduduk ada 1 penderita hepatitis B virus (HBV). Pasien kanker hati 70% akibat HB, meski HC juga bisa berkembang menjadi kanker.

Penyebab. Hepatitis adalah peradangan hati yang disebabkan oleh berbagai sebab, seperti : bakteri, virus, proses autoimun, obat-obatan, perlemakan, alkohol dan zat berbahaya lainnya. Penyakit ini masih menjadi masalah kesehatan masyarakat di negara berkembang, termasuk Indonesia. Problema perilaku turut andil, masalah rendahnya kesadaran hidup sehat, kebiasaan buang air besar sembarangan, kebersihan alat masak, dan penggunaan jarum suntik yang tidak steril, dan belum meratanya pemberian imunisasi/vaksinasi hepatitis pada bayi baru lahir, terkontaminasi cairan tubuh penderita baik secara langsung, maupun secara vertikal dari ibu hamil via tali pusat ke janin, dan berdampak buruk bagi kelangsungan hidupnya.

Begitu besar dampak penyakit ini, sehingga pada resolusi World Health Assembly (WHA) ke-63 di Geneva, WHO menyerukan seluruh negara untuk melaksanakan pencegahan dan penanggulangan HV secara komprehensif, dan penetapan tanggal 28 juli menjadi hari hepatitis sedunia atau World Hepatitis Day. Peringatan ini dimaksudkan untuk meningkatkan kepedulian pemerintah, masyarakat, dan semua pihak terhadap pengendalian penyakit hepatitis.
Risiko Penularan. Risiko tinggi terjangkit HA pada : orang yang mengunjungi/tinggal di daerah endemis, sanitasi buruk, pembuangan limbah yang tidak memenuhi syarat, kebersihan individu yang rendah. Risiko tinggi HB pada : anak yang dilahirkan dari ibu penderita HB, pasangan penderita HB, orang yang sering berganti pasangan seks, MSM (Man Sex Man), IDUs (Injection Drug User), kontak serumah dengan penderita, hemodialisis, pekerja kesehatan, petugas laboratorium, daerah endemis. Jangan mendiskriminasi penderita HB, tidak menular melalui alat makan, berjabat tangan, berciuman, atau berpelukan dengan penderita, kecuali pemakaian pisau cukur, sikat gigi, gunting kuku bersama. Risiko HC : pengguna jarum suntik, tatto, tindik, pengguna obat injeksi, pekerja berhubungan dengan darah dan produknya, penderita HIV, bayi yang lahir dari ibu penderita HC. Pola penularan HA melalui fecal-oral, virus masuk saluran cerna melalui kontaminasi makanan dan minuman oleh tinja penderita hepatitis A virus/HAV, tergantung kualitas sanitasi lingkungan setempat.

Gambaran Klinis. Tidak semua paparan HV memberikan keluhan/gejala. Walaupun HV ini ada banyak tipe, namun keluhannya serupa dengan penyakit virus umumnya, flu like syndrome, sangat bervariasi dan tidak spesifik, seperti : demam, kelelahan, gangguan pencernaan (mual, muntah, kembung), tidak nafsu makan ditemukan diawal penyakit. Dalam beberapa minggu dapat mengalami gejala kuning dan gatal. Pada HB akut (hepatitis yang berlangsung < 6 bulan) 70% tidak kuning, air seni berwarna teh, tinja berwarna pucat. Pemeriksaan fisik tampak kuning, pembesaran hati, limpa. Pada 2/3 kasus ibu hamil dijumpai tanda jaring laba-laba (spider nevi), kemerahan pada telapak tangan yang bukan oleh gangguan hati, melainkan adanya peningkatan hormon estrogen.

Ibu Hamil dengan Hepatitis. Penyakit ini biasanya jarang terjadi pada ibu hamil, namun apabila timbul kuning pada kehamilan, maka penyebab paling sering adalah HV. Kuning terjadi pada 1 dari 1500 kehamilan, dan dapat dijumpai pada kasus: perlemakan hati, keracunan hamil, batu empedu, kanker hati. Bahaya dapat timbul pada ibu hamil. Pengaruh hepatitis pada kehamilan adalah meningkatkan angka kejadian abortus, persalinan prematur, kematian janin dalam rahim, perdarahan, dan penularan hepatitis. Transmisi vertikal HV ke janin melalui tali pusat, kontak darah atau tinja waktu bersalin, hubungan intim, atau melalui ASI. 90% anak yang tertular dari ibu dengan HBsAg positif akan mengalami HV kronis, maka pencegahan penularan adalah penting, dengan mengenali status HBsAg saat ibu kontrol hamil di trimester pertama. Apabila statusnya HBsAg, dan HBeAg positif saat persalinan, maka Ibu yang positif segera di terapi, dan bayinya disarankan segera suntik immunoglobulin HB (HBIG) 0,5 ml, dan vaksin HB. Kedua suntikan ini diberikan segera setelah bayi lahir kurang dari 12 jam. Pemberian lanjutan bulan ke-2, 3, dan 4, selanjutnya dilakukan tes HBsAg dan Anti-HBs saat bayi berusia 9-12 bulan, namun disarankan tetap menyusui bayinya. Suami atau pasangan yang terpajan atau orang yang tidak memiliki kekebalan terhadap HB atau tidak diketahui imunitasnya harus mendapatkan profilaksis secepatnya dengan HBIG single dose 0,06 ml/kgBB yang diberikan sesegera mungkin (maksimal 48 jam setelah pajanan) dan menerima imunisasi HB minggu pertama, dan status HBsAg dan Anti-HBs diperiksa 1 bulan setelah pajanan. Profilaksis pasca pajanan tidak perlu diberikan bila hasilnya negatif dan kadar anti-HBs > 10 IU/L.

Idealnya, sejak trimester pertama ibu hamil ditapis untuk HB. Makin lanjut usia kehamilan makin rentan terhadap paparan hepatitis. Mortalitas kasus ini sangat tinggi dibandingkan yang tidak hamil, adanya defisiensi faktor lipotropik disertai kebutuhan janin yang meningkat mengakibatkan penderita mudah mengalami kematian hati akut. Dalam keadaan infeksi, faktor gizi wajib terpenuhi.

Pemeriksaan penunjang. Penapisan meliputi : Hepatitis A tes IgM anti HAV, VHA, Hepatitis B HBsAg untuk menentukan terinfeksi virus HB, Anti-HBs untuk menentukan telah memiliki kekebalan terhadap virus HB, Anti-HBc IgM, Anti-HBc untuk mengetahui adanya replikasi inti sel terhadap HB virus. Bila HBsAg positif pemeriksaan lanjutan diperlukan, yaitu tes HBeAg untuk menentukan telah terjadi replikasi virus, Anti-HBe untuk melihat antibodi virus, HBV-DNA untuk mengetahui jumlah HB virus, dan SGOT/PT, gamma GT, fosfatase alkali, bilirubin total dan direk, protein elektroforesis untuk mengetahui fungsi hati. Hepatitis C dengan tes anti-HCV, HCV-RNA, HCV Genotipe untuk mengetahui seberapa cepat virus berkembang dalam hati.

Terapi. Mencegah lebih baik daripada mengobati masih menjadi pilihan. Apapun perubahan besar berawal dari membangun paradigma berpikir, perubahan perilaku dimulai dari kesadaran diri berperilaku hidup sehat, menghindari kontak cairan tubuh melalui hubungan seksual, penggunaan jarum suntik, alat-alat yang menimbulkan luka secara bergantian, menjaga kebersihan diri dan lingkungan, mencuci tangan, menggunakan pelindung badan, seperti : pengenaan sarung tangan, kacamata, masker, apron/celemek. Pemberian imunisasi/vaksinasi HB 3 kali (0, 1, dan 6 bulan).

Edukasi yang diberikan mencakup menghindari alkohol, mewaspadai jamu, suplemen, atau obat-obat bebas lainnya, memberitahu status HB-nya bila ke dokter, penderita yang > 40 tahun perlu USG dan tes AFP tiap 6 bulan untuk deteksi dini kanker hati, imunisasi pasangan seksual, penggunaan kondom saat kontak seksual pada pasangan yang belum diimunisasi, tidak bertukar sikat gigi, pisau cukur, donor darah-organ dan sperma.

Pada kondisi terjangkit, maka pilihannya adalah mengobati. Obat khusus untuk HA tidak ada, dapat sembuh sendiri, self limiting dissease. Pada HB dan HC terdapat obat untuk HV kronis yang disetujui FDA, antivirus termasuk dalam nucleoside Analog (NA), dan komponen pertahanan tubuh obat non NA yang diberikan secara parenteral. Pada bayi baru lahir dengan ibu hepatitis perlu diberikan immunoglobulin HB selambat-lambatnya 24 jam pasca persalinan, kemudian vaksinasi HB selambat-lambatnya 7 hari. Hepatitis pada kehamilan, bukan indikasi terminasi kehamilan dengan caesar. Bila dicurigai akan terjadi perdarahan pasca persalinan karena defisiensi faktor pembekuan, perlu diberi vitamin K, transfusi plasma, dan menjaga keseimbangan cairan tubuh.