Vegetarian yang Sehat
November 10, 2015
Waspadai Perdarahan Hubungan Seksual sebagai Penanda Kanker Serviks
November 11, 2015

Waspada Penyalahgunaan Antibiotika

Pertanyaan :

Pagi dok, Saya mau bertanya, saya punya satu anak perempuan dan satu laki-laki, jarak umurnya hanya 1,5 tahun. Setiap bulan selalu saja penyakitnya batuk pilek dan kalau tidak dikasih antibiotic tidak sembuh-sembuh. Bahaya apa tidak, dok kalau dikasih antibiotik dalam jangka panjang dan apa solusinya? Terima kasih.
Ibu Devi dari Gianyar, Samplangan.

 

Jawaban :

Selamat pagi Ibu Devi dan terima kasih atas pertanyaannya. Ada beberapa pertimbangan ketika seorang dokter memberikan obat (termasuk antibiotik) kepada pasiennya. Salah satunya kecurigaan adanya infeksi spesifik pada infeksi bakteri. Pertimbangan lain pemberian antibiotika adalah menyelamatkan hidup penderita dengan cara mengurangi risiko infeksi pada orang yang sedang menjalani kemoterapi kanker, operasi besar yang sangat kompleks, transplantasi organ, dsb. Ketika seorang dokter memberikan resep obat kepada pasiennya, maka dokter tersebut akan mempertimbangkan obat yang tepat sesuai indikasi, menggunaan dosis tepat, lama pemberian obat yang tepat, interval pemberian obat yang tepat, aman pada pemberiannya serta harga yang terjangkau. Kembali ke masalah Ibu Devi. Ada beberapa kemungkinan kenapa dokter memberikan antibiotika pada anak ibu. Salah satunya, kecurigaan terhadap infeksi bakteri. Perlu Ibu Devi ketahui, batuk pilek berulang dapat juga berhubungan dengan infeksi virus yang dapat sembuh sendiri (self limiting disease) dalam beberapa hari atau juga bisa diakibatkan alergi. Jika karena alergi maka yang diterapi alerginya. Prinsip terapi alergi sebenarnya dengan menemukan sumber alergi dan kemudian menghindarinya. Jika gagal baru diindikasikan pemberian obat antialergi. Dokter akan berusaha memilah-milah mana batuk pilek akibat infeksi bakteri, akibat virus atau alergi. Jika karena bakteri, maka antibiotika menjadi salah satu pilihan terapi. Sehingga tidak sampai terjadi penyalahgunaan/penggunaan antibiotika yang tidak perlu. Penyalahgunaan antibiotika sendiri telah menjadi masalah di berbagai belahan dunia. Angka penyalahgunaan antibiotika meningkat dari tahun ke tahun. Negara-negara Asia menjadi salah satu pengguna antibiotika terbesar di dunia. Center for Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2010 melaporkan India merupakan salah satu negara pengonsumsi antibiotika terbanyak di dunia sebesar 17,5%, diikuti Amerika Serikat di urutan ketiga sebesar 9,2%. Disalahgunakan Antibiotika golongan Penicillin (dalam berbagai bentuk) menjadi pilihan terbanyak disalahgunakan. Di India penyalahgunaan antibiotika sebesar 47%. Jeeva MS dkk. tahun 2008 melaporkan hampir 30% bayi di India meninggal akibat sepsis (infeksi berat akibat bakteri) berhubungan dengan resistensi (kekebalan) antibiotika. Gaash B tahun 2008 melaporkan di Indonesia penggunaan antibiotika yang tidak rasional sebesar 43%. Angka ini terlihat kecil jika melihat banyaknya toko, toko obat dan apotek yang menjual antibiotika tanpa resep dokter. Pemberian antibiotika di luar infeksi bakteri seperti pada infeksi virus tidak membuat anak menjadi lebih cepat sembuh, merasa lebih baik ataupun menghindarkan keluarga anda dari penularan penyakit. Pemberian antibiotik tidak sesuai kaidah, malahan dapat menimbulkan berbagai masalah seperti resistensi kuman terhadap antibiotika tertentu. Resistensi antibiotika dapat terjadi akibat penggunaan antibiotika yang sering, tidak rasional. Pemberiannya dalam waktu lama dan berlebihan. Ketika terjadi resistensi terhadap antibiotika maka akan menyebabkan penyakit menjadi makin berat, perawatan anak menjadi lebih lama, stress orangtua meningkat, biaya pengobatan lebih besar serta tindakan medis penunjang lainnya pada akhirnya akan membebani pasien, dokter, keluarga, masyarakat dan negara. Masalah lain yang dapat timbul akibat pemberian antibiotika adalah reaksi alergi dan matinya kuman baik di dalam tubuh. Matinya kuman/bakteri baik dalam tubuh pada akhirnya menyebabkan penyakit bertambah parah atau malah menimbulkan komplikasi lain seperti diare dan tumbuhnya jamur di dalam tubuh. Menurut Center for Disease Control and Prevention (CDC) dalam topik “Protecting Yourself and Family” dan “Antibiotics Aren’t Always the Answer” memberikan beberapa petunjuk hidup bersih. Pola hidup bersih itu dapat mengurangi atau menurunkan pemberian antibiotika seperti mencuci tangan sebelum dan setelah beraktivitas. Mencuci tangan dapat menjauhkan kita dari kuman yang menempel di tangan dan mampu melindungi penyebaran kuman kepada orang lain di sekitar kita. Pemberian vaksinasi juga dikatakan dapat mengurangi kemungkinan pemberian antibiotika. Pada saat sakit usahakan agar anak minum lebih banyak serta cukup istirahat. Selain manusia, industry peternakan menjadi salah satu tempat pemberian antibiotika yang tidak sesuai kaidah. Hampir 80% antibiotika yang diproduksi di Amerika Serikat digunakan untuk industri peternakan. Marshall BM dkk. Tahun 2011 menuliskan laporannya dalam jurnal yang berjudul “Food Animals and Ant imicrobials: impacts on Human Health” terdapat hubungan yang sangat erat antara kekebalan bakteri terhadap antibiotika dengan industri peternakan. Industri peternakan mel ibatkan penggunaan antibiotika dalam skala besar dan luas. Mereka yang bekerja di peternakan dan tinggal di sekitarnya memiiki risiko sangat tinggi terinfeksi bakteri yang kebal terhadap antibiotika tertentu. Termasuk mereka yang mengonsumsi produk-produk peternakan seperti daging ayam, babi, sapi, dan sebagainya. Solusinya berusahalah senant iasa hidup sehat dengan mencuci tangan, menjaga pola makan dan minum. Kemudian rajinlah beraktivitas fisik seperti olahraga untuk meningkatkan sistem kekebalan tubuh. Terakhir konsultasikan dengan dokter tentang pemberian antibiotika. Jika ibu/anak ibu sakit tanyakan kepada dokter apakah penyakitnya itu sudah saatnya diterapi dengan antibiotika atau masih bisa tanpa antibiotika. Jangan minum antibiotika tanpa petunjuk/resep dokter.

dr. I Nyoman Arie Purwana, M.Sc., Sp.A.
Endokrin Anak dan Remaja Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa