Stop “Bullying” Jangan Biarkan Anak ’’Mengkopi’’ Perilaku Kekerasan
November 5, 2015
Suami sebagai Penentu Jenis Kelamin Anak
November 6, 2015

Stres Berat karena Diare

Pertanyaan :

Selamat pagi dokter. Saya memiliki anak perempuan berusia hampir 3 tahun. Saat ini dia muntah dua kali dan kemudian mencret lima kali. Dalam satu tahun ini hampir tiap 2-3 bulan sekali anak saya mengalami mencret. Saya dan suami sampai stres berat. Anak saya hingga sekarang juga belum lancar bicara dan jalannya masih harus dituntun. Apa yang harus saya lakukan? Terima kasih.
Ibu Komang, di Sesetan

Jawaban :

Terima kasih atas pertanyaannya. Menurut sebuah penelitian, pada dasarnya di bawah usia 5-6 tahun dalam satu tahun setidaknya 5-6 kali mengalami sakit termasuk mencret/diare. Secara pribadi saya kurang setuju atas pernyataan di atas. Seharusnya seorang anak sehat sepanjang tahun. Mungkin ini salah satu alasan kenapa program pendidikan dokter spesialis anak yang dulunya bernama ilmu penyakit anak diganti menjadi ilmu kesehatan anak. Kami sebagai dokter anak menginginkan seluruh anak Indonesia sehat. Lanjut kepada pertanyaan Ibu Komang, anak mengalami diare setidaknya dua kali per tahun dan paling banyak disebabkan oleh virus (rotavirus) meskipun diare juga dapat disebabkan oleh penyebab lain seperti bakteri, parasit, penggunaan antibiotika yang salah/tanpa indikasi jelas, keracunan makanan, dsb. Menurut definisi diare merupakan pengeluaran tinja yang lembek atau cair, dan/atau peningkatan frekuensi buang air besar (BAB) 3 kali dalam 24 jam, dengan atau tanpa demam atau muntah. Ada banyak faktor pendukung yang menyebabkan anak diare seperti kesehatan dan kebersihan lingkungan serta musim/cuaca. Faktor kebersihan diri sendiri dan lingkungan menjadi memegang peran penting pada kasus-kasus diare dan penanganan anak dengan diare. Tidak mencuci tangan, kemudian mempersiapkan makan/ minum dengan air yang tidak bersih dapat meningkatkan risiko terjadinya diare. Penanganannya juga sama yaitu dengan menjaga kebersihan diri dan lingkungan sekitar seperti membiasakan mencuci tangan, mencuci bahan makanan yang akan diolah, mengonsumsi air bersih, menutup makanan, membuang sampah pada tempatnya, dsb. Faktor musim/cuaca juga memengaruhi terutama pada musim hujan. Saat musim hujan maka sampah dan kotoran yang tersembunyi akan hanyut terbawa air dan berserakan di mana-mana. Selain itu pada musim hujan populasi lalat akan meningkat. Lalat yang membawa kotoran dapat hinggap pada makanan kita dan kemudian menimbulkan diare. Kapan sebaiknya ke dokter? Jika diare terjadi pada anak berusia kurang dari dua bulan, ada penyakit penyerta seperti kencing manis atau gagal ginjal, muntah yang menetap, diare yang lebih dari 8 kali per hari disertai jumlah yang banyak, serta dijumpai tanda-tanda kekurangan cairan yang berat. Tanda-tanda dehidrasi meliputi mata tampak cowong/ cekung, air mata berkurang, tampak haus (pada kasus berat anak tidak mau minum), rewel, mengantuk, dan produksi kencing berkurang yang ditandai anak tidak kencing lebih dari 8 jam. Saat ini yang perlu Ibu Komang lakukan adalah memastikan anak tidak mengalami kekurangan cairan atau dehidrasi dengan cara memberikan minum. Minum yang diberikan dapat berupa ASI (jika masih menyusui), oralit (sebaiknya beli yang dalam kemasan botol), atau cairan lainnya dan hindari konsumsi teh, cokelat dan kopi. Makanan sehari hari juga sebaiknya dilanjutkan dan kurangi konsumsi daging, ikan, dan telur. Selain itu ada beberapa pilihan obat yang dapat diberikan pada anak seperti pemberian probiotik serta pemberian Zinc selama 10 hari. Pemberian antibiotika harus memenuhi persyaratan tertentu dan hanya bisa diberikan oleh dokter. Jangan minum antibiotika tanpa indikasi medis yang jelas. Dan satu lagi, obat-obat penghenti diare atau obat yang kerjanya mengeraskan tinja yang beredar di pasaran hanya diberikan setelah berkonsultasi dengan dokter. Dan selanjutnya tentu saja segera memeriksakan anak ke dokter terdekat (tidak harus dokter anak) untuk mencari tahu penyebab diare dan berulangnya diare. Atau ibu dapat mengunjungi website Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) di www.idai.or.id Kemampuan bicara dan berjalan anak usia 3 tahun. Jika sampai usia 3 tahun anak belum bisa bicara dan jalannya masih tertatih-tatih maka sebaiknya segera memeriksakan diri ke dokter anak. Dokter anak akan melakukan skrining perkembangan anak seperti tes Denver II. Selain perkembangan juga akan dilakukan skrining pertumbuhan untuk mengenali adanya gangguan pertumbuhan. Dari hasil skrining ini akan diketahui apakah anak ibu kemungkinan mengalami gangguan perkembangan bicara dan berjalan. Anak berusia 3 tahun setidaknya sudah bisa dilibatkan dalam percakapan tanya jawab. Artinya pada usia tersebut anak sudah bisa merangkai kalimat sederhana seperti “Aku mau makan”, “Aku mau pipis” dst., kemudian bisa menjawab pertanyaan dsb. Ada beberapa faktor yang memengaruhi kemampuan anak berbicara antara lain ada tidaknya kelainan pada struktur mulut dan rongga mulut. Beberapa kelainan bentuk mulut dan rongga mulut akan menghalangi kemampuan berbicara anak. Kemudian ada juga faktor lingkungan, anak yang sering mendapat dukungan atau motivasi dari lingkungan terutama lingkungan terdekat akan lebih mudah untuk belajar bicara. Bimbingan dari orangtua dan orang terdekat juga penting untuk mengenalkan jenis kata atau pengucapan kata yang benar. Termasuk juga adanya partner untuk berbicara. Anak berusia 3 tahun seharusnya juga sudah bisa berlari, melompat, naik tangga, dsb. Jika itu belum bisa dilakukan dengan baik maka indikasi kuat untuk dilakukan skrining perkembangan. Namun harus diingat bahwa semua proses ini memerlukan waktu dan kesabaran dari orangtua, anak dan Dokter. Jadi tidak bisa sekali periksa kemudian anak sudah bisa bicara dan berjalan. Ada tahapan-tahapan pemeriksaan yang harus dilalui. Di sini pentingnya kolaborasi antara anak, orangtua, dokter dan terapis. Jadi Ibu Komang jangan stres dan ragu-ragu untuk membawa si kecil ke dokter. Ingat! Anak kita adalah masa depan kita.
dr. I Nyoman Arie Purwana, M.Sc., Sp.A.
Endokrin Anak dan Remaja Dosen Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Warmadewa